DEMOKRASI: ADA APA DENGAN DEMOKRASI?

Hadi Wahono

Pasal 1 ayat (2) UUD yang setelah dilakukan amandemen yang ketiga, menyatakan: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Baik dari bunyi pembukaan UUD1945 maupun pasal 1 ayat (2) tersebut tampak bahwa sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang dianut oleh UUD1945 adalah sistem demokrasi, yang dalam terminologi UUD disebut sebagai kedaulatan rakyat. Disamping itu, demokrasi yang diamanatkan oleh pembukaan UUD adalah demokrasi perwakilan.
Yang menjadi masalah kemudian adalah, apakah arti yang sesungguhnya dari istilah demokrasi? Apakah setiap orang Indonesia telah memahami makna demokrasi? Mahluk macam apa sebetulnya demokrasi itu? 
Dalam pemahaman kita disini, demokrasi dilihat sebagai salah satu sistem kenegaraan dalam rangka untuk mengatur kehidupan bersama manusia. Pengaturan kehidupan bersama bagi manusia adalah penting, mengingat manusia adalah mahluk sosial, dalam arti setiap manusia selalu menginginkan kehidupan bersama dengan manusia lain. Tak ada manusia yang tidak membutuhkan kehadiran orang lain didalam kehidupannya, karena hanya dengan hidup bersama orang lainlah manusia dapat memenuhi kebutuhannya, melindungi diri dari ancaman mahluk lain yang lebih kuat, dan bahkan hanya dalam kehidupan bersama manusia dapat mengembangkan dirinya. Namun demikian, bersamaan dengan kebutuhan setiap manusia akan kehadiran orang lain dalam kehidupannya, pada kenyataannya, kehidupan masyarakat manusia juga ditandai dengan berbagai-bagai perbedaan, mulai dari perbedaan yang bersifat fisik, perbedaan keinginan, perbedaan pemikiran, hingga perbedaan kepentingan. Celakanya, perbedaan-perbedaan tersebut seringkali tidak hanya sekedar merupakan perbedaan yang tak mempunyai pengaruh didalam kehidupan bersama, karena banyak dari perbedaan-perbedaan tersebut saling bertentangan. Dalam hal perbedaan yang saling bertentangan tersebut merupakan perbedaan kepentingan, sangat sulit (bukannya tidak mungkin) bagi masyarakat untuk mendamaikannya.
Sebagai contoh sederhana adalah perbedaan, bahkan pertentangan kepentingan antara buruh dengan majikan. Dalam hal ini buruh menghendaki untuk mendapatkan upah yang sebesar-besarnya dengan tingkat beban kerja yang seringan-ringannya, sementara majikan menghendaki untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari setiap usahanya. Sementara itu, untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, salah satu cara yang dapat dilakukan oleh majikan, khususnya dalam persaingan bisnis yang sangat tinggi, adalah dengan cara menekan komponen biaya produksi, dan biaya produksi yang paling mudah ditekan adalah upah buruh. Dengan demikian, dalam persaingan usaha yang ketat, majikan akan sangat menekan upah buruh dan sekaligus menuntut buruh untuk bekerja semaksimal mungkin.
Contoh lain, pengusaha yang memproduksi barang-barang tertentu menghendaki agar pemerintah melarang impor barang yang diproduksinya, atau paling tidak mengenakan cukai impor yang tinggi sehingga dapat melindungi produksi barang yang diproduksinya. Tetapi sebaliknya, pengusaha importir menghendaki adanya kebebasan untuk mengimpor barang dengan beban cukai impor yang rendah, karena hanya dengan cara itu mereka dapat memperoleh keuntungan yang cukup besar. Dilain pihak, konsumen juga menginginkan untuk bisa membeli barang yang semurah-murahnya tetapi dengan kualitas yang sebaik-baiknya. Barang demikian hanya bisa diperoleh bila pemerintah membiarkan berbagai produk, baik itu produk dalam negeri maupun produk impor, saling bersaing dipasar. Dengan persaingan, diharapkan produsen akan memproduksi barang dengan mutu sebaik-baiknya dengan harga semurah-murahnya. Dari gambaran sederhana ini nampak adanya perbedaan kepentingan antara produsen, importir, dan konsumen. Berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang berbeda dan bahkan seringkali saling bertentangan tersebut tentunya ingin agar kepentingan mereka dilindungi oleh negara dalam kebijakan-kebijakannya.
Akibat adanya perbedaan-perbedaan tersebut, khususnya perbedaan kepentingan yang seringkali sulit didamaikan, maka walaupun manusia membutuhkan kehadiran orang lain didalam kehidupannya, tetapi sejarah kehidupan bersama manusia tidak ditandai dengan kehidupan yang damai, saling menghargai dan menghormati, dan saling tolong menolong. Sejarah kehidupan umat manusia dipenuhi dengan peristiwa peperangan, penindasan, perselisihan, perkelahian, dan berbagai konflik kekerasan yang menimbulkan banyak pertumpahan darah. Penjelajahan orang-orang Eropa kebenua Afrika untuk melakukan peperangan dalam rangka mengumpulkan dan memperoleh budak, misalnya, bukannya peperangan yang menolak kehadiran manusia lain, tetapi justru didorong oleh kebutuhan kehadiran manusia lain, tetapi yang dapat ditaklukkannya, sehingga dapat dipergunakan sekehendak hatinya. Nampaknya memang ironis, tetapi demikianlah yang terjadi.
Akibat realitas kehidupan bersama umat manusia yang dipenuhi dengan kehidupan yang tidak tenang, yang penuh dengan peperangan, penindasan, ketidak tentraman, banyak filsof dan para pemikir kenegaraan yang mencoba mencari bentuk kehidupan bersama yang paling baik, yang dapat menjamin kehidupan yang tenteram dan baik sehingga kehidupan bersama akan mendukung perkembangan anggota-anggotanya kearah kesempurnaan hidup. Salah satu bentuk pengaturan kehidupan bersama dalam rangka menyelesaikan berbagai perbedaan yang ada dalam kehidupan umat manusia, adalah system pemerintahan demokrasi.
Pemerintahan Rakyat
Dari sudut bahasa, demokrasi berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu demos, yang secara harafiah berarti rakyat, dan kratein, yang berarti pemerintahan. Berdasarkan arti harafiah atas kata ini, demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau dengan istilah Abraham Lincoln, diungkapkan dalam frasa: “pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.” Dengan kata lain, sistem demokrasi adalah sistem yang pemerintahannya dilaksanakan oleh rakyat untuk kepentingan rakyat, yang karena itu menghendaki keterlibatan rakyat dalam menjalankan pemerintahan negara.
Disamping mengakui akan kekuasaan tertinggi yang berada ditangan rakyat, atau dengan kata lain, rakyat yang berdaulat, demokrasi juga tidak menghendaki hapusnya perbedaan dalam masyarakat dan juga tidak menghendaki untuk menghapuskan negara yang dipandang sebagai alat penindasan, sebagaimana yang dicita-citakan oleh kaum Anarkhis dan untuk tahap tertentu, Komunis, tetapi malah menggunakan negara sebagai alat untuk menyelesaikan konflik yang muncul dari perbedaan secara damai. Dari sudut pandang ideal ini, banyak orang memandang bahwa dibandingkan dengan banyak system kenegaraan dan pemerintahan yang lain, sistem pemerintahan demokrasi adalah sistem yang terbaik, karena merupakan sistem yang paling memungkinkan untuk menyelesaikan berbagai konflik kepentingan dalam masyarakat secara damai.
Gambaran mengenai sistem pemerintahan demokrasi, khususnya dalam hubungan dengan keterlibatan rakyat didalam menjalankan pemerintahan, sudah lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lalu pernah digambarkan orang. Salah seorang yang menggambarkan dengan baik sistem demokrasi pada dua ribu lima ratus tahun yang lalu adalah Pericles, salah seorang panglima perang negara kota Athena yang paling menonjol. Penggambaran dengan baik mengenai apa yang dimaksud dengan demokrasi diberikan oleh Pericles dalam sebuah pidato penguburan yang terkenal atas pahlawan perangnya yang telah gugur didalam tahun pertama perang peloponesia, yang oleh Thucydides dilaporkan:
Konstitusi kita disebut demokrasi karena kekuasaan tidak berada ditangan minoritas tetapi pada seluruh rakyat. Ketika ada permasalahan untuk memutuskan perkara perdata (antar pribadi), setiap orang berkedudukan sama didepan hukum. Ketika ada permasalahan menempatkan seseorang dalam posisi yang mempunyai pertanggungjawaban publik, apa yang diperhitungkan bukanlah keanggotaannya didalam suatu kelas tertentu, tetapi kemampuan nyata yang dimiliki orang tersebut. Tak seorangpun, sepanjang dia bersedia untuk mengabdi kepada negara, dapat dihalang-halangi karena kemiskinannya (dikutip dan diterjemahkan dari: Hagopian, Mark N., 1985: 16).

Dari pidato tersebut nampak pandangan Pericles tentang negara demokrasi, yaitu negara dimana kekuasaan berada ditangan seluruh rakyat yang mempunyai kedudukan yang sama didepan hukum dan dimana setiap rakyat berhak untuk terlibat didalam urusan pemerintahan negara tanpa memandang kelas sosial dan kekayaannya.
Pada masa mendekati kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno, yang kemudian menjadi Presiden pertama Republik Indonesia, juga menggambarkan dengan baik proses pembuatan keputusan secara demokratis yang dikemukakannya dalam pidato di depan Bada Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945, yang biasa disebut sebagai pidato lahirnya Pancasila. Didalam pidato tersebut Ir. Soekarno mengatakan:
................ Dengan tjara mufakat, kita perbaiki segala hal djuga keselamatan agama, yaitu dengan djalan pembitjaraan atau permusjawaratan didalam Badan Perwakilan Rakyat.
Apa-apa yang belum memuaskan, kita bitjarakan didalam permusjawaratan. Badan perwakilan inilah tempat kita untuk mengemukakan untutan-tuntutan Islam. Disinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakjat, apa-apa jang kita rasa perlu bagi perbaikan. Djikalau memang kita rakjat Islam, marilah kita bekerdja sehebat-hebatnya, agar supaja sebagian jang terbesar dari kursi-kursi Badan Perwakian Rakjat jang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam. Djikalau memang rakjat Indonesia rakjat jang bagian besarnja rakjat Islam dan djikalau memang Islam disini agama jang hidup berkobar-kobar didalam kalangan rakjat, marilah kita pemimpin-pemimpin mengerakkan segenap rakyat itu, agar supaja mengerahkan sebanjak mungkin utusan-utusan Islam kedalam badan perwakilan ini. Ibaratnja Badan Perwakilan Rakjat 100 orang anggotanya, marilah kita bekerdja, bekerdja sekeras-kerasnja, agar supaya 60, 70, 80, 90 utusan jang duduk dalam  perwakilan rakjat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinja huku-hukum jang keluar dari Badan Perwakilan Rakyat itu hukumn Islam pula.
....................... Dalam perwakilan nanti ada perdjoangan sehebat-hebatnja. Tidak ada satu staat jang hidup betul-betul hidup, djikalau didalam badan perwakilannja tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Tjandradimuka, kalau tidak ada perdjoangan fahan didalamnya. Baik didalam staat Islam maupun didalam staat Kristen, perdjoangan selamanja ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakjat! Didalam perwakilan rakjat sadara-saudara Islam dan saudara-saudara Kristen bekerdjalah sehebat-hebatnya Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat! Didalam perwakilan rakyat saudara-saudara Islam dan saudara-saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnya.
Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter didalam peraturan-peraturan Negara Indonesia harus menurut Indjil, bekerdjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar dari pada utusan yang masuk Badan Perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil – fair play! Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perdjoangan didalamnya. Djangan kira di Turki tidak ada perdjuangan. Djangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah subhanahuwata’ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari kita selalu bergosok, supaya keluar dari padanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya (dikutip dari: Yamin, Prof. Mr. Haji Muhammad, jilid 1: 74 - 75).

Kekuasaan dalam negara demokrasi dinyatakan berada ditangan rakyat adalah berdasarkan pemikiran bahwa negara adalah milik rakyat dan merupakan alat rakyat untuk mencapai tujuan bersama, yaitu kesejahteraan rakyat itu sendiri. Karena negara pada hakekatnya adalah milik rakyat, alat rakyat, maka satu-satunya sistem kenegaraan yang sah adalah sistem kenegaraan yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh rakyat untuk berpartisipasi didalam urusan negara.
Karena berisikan pengertian “pemerintahan rakyat,” maka kata demokrasi dimata rakyat akan mempunyai tingkat keabsahan yang tinggi, sehingga dalam khasanah ketatanegaraan merupakan kata yang paling banyak digunakan didalam sejarah masyarakat bernegara. Kata tersebut digunakan untuk menunjuk suatu sistem pemerintahan, dari mulai sistem yang paling bebas sampai yang paling otoriter sebagaimana negara Komunis. Sebagai contoh, mungkin kita masih ingat almarhum negara Jerman Timur yang Komunis, menamakan dirinya sebagai Republik Demokrasi Jerman (German Democratic Republic). Akibatnya, kata Demokrasi, selain sebagai kata yang paling populer juga merupakan kata yang paling mendua arti.
Demokrasi Dalam Masyarakat Modern
Salah satu pertanyaan yang mengkedepan dari keberadaan sistem demokrasi ini adalah, apakah didalam masyarakat modern yang megalami perubahan dalam segala bidang kehidupan secara sangat cepat ini sistem demokrasi masih dapat dipertahankan? Apakah sistem demokrasi yang didalam mengambil keputusan mengandalkan pada musyawarah tidak akan menghambat pengambilan keputusan yang cepat, yang diperlukan untuk mengikuti langkah perubahan masyarakat modern yang serba cepat? Pertanyaan lain, apakah demokrasi, khususnya dinegara-negara modern yang hampir semuanya mempunyai wilayah yang luas dengan jumlah penduduk yang sangat banyak, yang mau tidak mau, jika menganut sistem demokrasi harus menganut sistem demokrasi perwakilan, penyelenggaraan demokrasi tidak akan menjadi barang mewah yang terlalu mahal untuk dibiayai oleh rakyatnya? Demokrasi menjadi barang mewah karena sistem ini menghendaki penyelenggaraan pemilihan umum yang rutin, yang bagi negara yang wilayahnya luas dengan penduduk yang banyak akan memakan biaya yang sangat besar, sementara mereka yang terpilih untuk menduduki jabatan pemerintahan yang jumlahnya banyak harus dibiayai dan mendapatkan honorarium yang sangat besar, sementara pekerjaan mereka hanya ngomong melulu.
Tuchydides (460 – 395 Sebelum Masehi), seorang ahli sejarah dari Yunani, dan juga filsof Yunani seperti Plato, dan Aristoteles, sangat mengkritik sistem demokrasi, khususnya demokrasi langsung sebagaimana yang dipraktekkan dinegara kota Athena. Hal yang sama juga dianut oleh banyak ahli-ahli ketatanegaraan modern, khususnya para politisi. Bagi mereka, demokrasi selain seringkali sama sekali tidak mencerminkan kehendak rakyat, juga merupakan sistem yang tidak praktis, terlalu bertele-tele, mengutamakan kepentingan pribadi, memperten-tangkan perbedaan, dan sebagainya.
Realitasnya, demokrasi memang lamban didalam pengambilan keputusan, sering nampak bertele-tele, ramai berdebat untuk saling beradu argumen, karena setiap masalah selalu diperdebatkan, sementara itu biaya berdemokrasi memang juga sangat besar, tetapi banyak orang memandang bahwa sistem demokrasi yang dapat berlangsung dengan baik layak dibiayai dengan biaya besar. Dalam hubungan dengan kelambanan dan bertele-telenya system demokrasi didalam mengambil keputusan, para pembelaq demokrasi menganggap, justru disitulah sebenarnya kekuatan dari demokrasi, yaitu menghargai semua pendapat untuk mencari solusi terbaik. Disamping itu, meskipun banyak kelemahan demokrasi, apalagi didalam sistem demokrasi perwakilan, dimana rakyat tidak lagi secara langsung memegang kekuasaan pemerintahan, bahkan sebagai massa seringkali tidak mampu mengendalikan dan mengontrol penguasa, tetapi banyak ahli ketatanegaraan (termasuk para teoritisi elit) memandang bahwa sejelek-jeleknya demokrasi masih lebih baik dari pada berbagai sistem kenegaraan yang pernah ada. Bahkan, mereka yang mengakui masih banyaknya kelemahan dalam sistem demokrasi perwakilan, ada yang berpendapat bahwa demokrasi perwakilan merupakan sistem yang paling baik (atau paling tidak, paling “kurang jelek”) diantara sistem-sistem yang jelek yang pernah ada.
Realitasnya memang sampai saat ini sejarah masih belum pernah mengenal munculnya sistem yang lebih baik dari pada demokrasi. Alasan tersebut merupakan alasan mengapa sangat banyak orang yang memandang sistem demokrasi perlu untuk tetap dipertahankan dan tentunya dikembangkan. Dalam hal ini, paling tidak ada empat keuntungan dari sistem demokrasi dibandingkan dengan sistem yang lain. Keempat keuntungan tersebut antara lain, yang pertama, sistem demokrasi memberikan keabsahan pada sistem dan kekuasaan negara. Sistem pemerintahan yang demokratis, karena mengandalkan persetujuan dari mereka yang diperintah, betapapun sering manipulatifnya perolehan persetujuan tersebut, akan mempunyai keabsaan pada sistem dan kekuasaan yang diselenggarakannya. Adanya pandangan dari rakyat bahwa sistem dan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa adalah sah, dan apa yang dilakukan oleh penguasa dipandang sudah mewakili (terlepas dari realitasnya) paling tidak sebagian besar (mayoritas) masyarakat, maka akan menimbulkan kestabilan politik, dan adanya kesediaan pada seluruh anggota masyarakat untuk menghormati berbagai keputusan pemerintah, bahkan, bagi mereka yang merasa terwakili, akan dengan penuh semangat melaksanakannya.
Alasan yang kedua, demokrasi memungkinkan pergantian kekuasaan secara teratur dan damai. Salah satu ciri demokrasi adalah bahwa kekuasaan dipegang langsung oleh rakyat melalui sistem undian (pada negara kota Athena pada masa Yunani kuno), atau melalui perwakilan yang dipilih oleh rakyat (dalam sistem demokrasi modern). Dengan sistem undian sebagaimana yang dilaksanakan di negara kota Athena, duduknya seseorang didalam pemerintahan bisa dipastikan (hampir setiap warganegara Athena laki-laki dewasa yang bebas - bukan budak) pasti pernah menduduki jabatan pemerintahan walaupun hanya sekali selama hidupnya. Hal ini bisa terjadi, karena semua jabatan publik di negara kota Athena diduduki oleh rakyat biasa melalui sistem undian atau bergiliran. Sistem undian juga mencegah bahwa suatu jabatan akan diperebutkan, karena semua tergantung pada nasib (undian).
Dalam demokrasi dengan sistem perwakilan sebagaimana yang dianut oleh negara-negara modern, jabatan-jabatan publik yang dipandang sebagai jabatan yang mewakili rakyat, dilakukan melalui pemilihan. Dengan sistem pemilihan, para pendukung demokrasi perwakilan menganggap bahwa setiap orang yang mempunyai kemampuan dan dipercaya oleh rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu akan mempunyai kesempatan untuk menduduki jabatan tersebut. Dengan cara ini, jabatan hanya dimungkinkan untuk diperebutkan melalui pemilihan yang damai, tanpa perlu dilakukan dengan kekerasan.
Disamping itu, jabatan publik yang diduduki berdasarkan undian atau pemilihan dinegara-negara demokrasi, baik pada negara kota Athena maupun pada negara modern, selalu dibatasi jangka waktunya. Dengan adanya sistem undian atau pemilihan yang dibatasi jangka waktu jabatannya, sistem demokrasi memungkinkan terjadinya pergantian penguasa secara teratur dan damai (tanpa harus didahului dengan peperangan, kudeta, atau bentuk pertumpahan darah yang lain).
Alasan yang ketiga, demokrasi memungkinkan kehidupan yang plural dan sekaligus penyelesaian konflik secara damai. Didalam pidato didepan sidang Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian dikenal sebagai pidato lahirnya Pancasila sebagaimana yang telah dikutip diatas,  Bung Karno, yang kemudian menjadi presiden Indonesia pertama, sangat menyadari pluralitas kehidupan bangsa Indonesia, baik dari sudut agama, suku, ras, bahasa, dan sebagainya. Juga nampak adanya keyakinan bahwa permasalahan yang muncul dari kehidupan yang plural tersebut dapat diselesaikan secara damai melalui lembaga perwakilan, yang merupakan inti dari lembaga demokrasi.
Adanya perbedaan, yang menimbulkan perbedaan kepentingan, memang tak terhindarkan didalam kehidupan masyarakat dimanapun, baik perbedaan tersebut merupakan perbedaan yang besar maupun kecil. Tak ada masyarakat yang semua anggotanya mempunyai kepentingan yang sama dalam segala hal. Selain perbedaan yang berdasarkan agama sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Bung Karno secara gamblang didalam pidatonya, masih banyak perbedaan-perbedaan lain yang menimbulkan perbedaan kepentingan, dan perbedaan kepentingan ini seringkali sulit untuk didamaikan.
Dalam negara demokrasi, perselisihan kepentingan tersebut diusahakan untuk dapat diselesaikan secara damai, yaitu melalui lembaga-lembaga yang dipilih oleh rakyat, yang akan membuat kebijakan negara yang (yang tentunya mereka harapkan) sesuai dengan keinginan dan kepentingan mayoritas rakyat. Dalam hal ada pihak yang merasa kepentingannya saat ini tidak terlindungi, akan berfikir untuk menyusun dukungan bagi wakil yang dianggap mendukung kepentingannya, sehingga pemerintahan hasil pemilu mendatang diharap akan mendukung kepentingannya. Adanya harapan untuk mengganti pemerintahan secara teratur ini memungkinkan pihak-pihak yang kepentingannya tidak terakomodasi pada saat ini masih mempunyai harapan dimasa depan setelah pemerintah yang sekarang diganti. Harapan adanya kemungkinan mengganti pemerintahan untuk jangka waktu yang telah tertentu secara damai inilah yang membuat orang tidak perlu berfikir untuk mengganti pemerintahan yang ada dengan kekerasan.
Dengan kesepakatan untuk menyelesaikan segala permasalahan kenegaraan melalui lembaga perwakilan, dan dengan keyakinan bahwa siapapun mempunyai kesempatan yang sama untuk duduk atau paling tidak mendudukkan wakil-wakilnya didalam lembaga perwakilan tersebut, maka masyarakat tidak akan mudah tergoda untuk untuk mencari jalan kekerasan didalam menyelesaikan perbedaan-perbedaan mereka dalam masalah kenegaraan.
Alasan yang keempat, demokrasi memungkinkan terjadinya perobahan secara damai. Sebagaimana telah dikemukakan diatas, salah satu ciri dari kehidupan masyarakat adalah adanya berbagai-bagai perbedaan, baik perbedaan kepentingan maupun perbedaan pendapat dan pandangan. Adanya berbagai perbedaan tersebut mengakibatkan masyarakat selalu dinamis, selalu mengalami perubahan yang terus menerus. Satu-satunya yang tetap, yang tidak berubah, adalah perubahan itu sendiri.
Dalam negara demokrasi, dimana kekuasaan langsung dipegang oleh rakyat sendiri (dalam sistem demokrasi langsung), keinginan untuk melakukan perubahan tentunya akan langsung dilakukan oleh para pemegang pemerintahan tersebut. Sementara dalam sistem demokrasi perwakilan sebagaimana yang dipraktekkan oleh negara-negara demokrasi modern, para pemilih (rakyat) terntunya hanya akan memilih wakil-wakil mereka yang mendukung terjadinya perubahan yang mereka kehendaki. Melalui mekanisme ini, maka perubahan-perubahan yang terus terjadi akan berlangsung secara damai, tanpa perlu ada paksaan-paksaan fisik atau peperangan. Terbukanya sistem demokrasi pada perubahan inilah yang membuat para pendukungnya masih mempunyai harapan pada demokrasi, karena meskipun saat ini praktek demokrasi yang nyata berlangsung dalam masyarakat masih terlalu jauh dari gambaran demokrasi yang ideal, tetapi mereka percaya, bahwa dalam perjalanan sejarah, perbaikan-perbaikan akan terus dapat dilakukan, walaupun memerlukan waktu, tenaga, dan pikiran yang tidak sedikit.
Dari sudut pandang ini, maka sistem demokrasi dipandang sebagai satu-satunya sistem yang paling memiliki keabsahan yang tinggi, bahkan sebagai sistem yang paling sah. Karena itu, semua negara yang menginginkan keabsahan, baik dipandang absah oleh rakyatnya maupun oleh dunia luar, selalu menyatakan diri sebagai negara demokrasi. Arti pentingnya pandangan mengenai sahnya sistem kenegaraan dari suatu masyarakat adalah bahwa dengan keabsahan yang tinggi, dapat diharapkan masyarakat luas akan dengan sukarela mendukung pemerintahan yang ada, mekanisme-mekanisme yang sudah dibangun, dan program-program negara. Berdasarkan pemikiran inilah mengapa banyak negara modern menggunakan, dan sekaligus juga menyalahgunakan istilah demokrasi secara luas dan sekaligus secara mendua arti.

Daftar Pustaka
1.      Hagopian, Mark N., Ideals and Ideologies of Modern Politics, Longman Inc., 1985.
2.      Yamin, Prof. Mr. Haji Muhammad, jilid 1: 74 - 75).




[1] Istilah negara penjaga malam adalah istilah yang diberikan kepada negara yang menganut liberalisme tradisional, dimana negara hanya berperan untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat  dan berlangsungnya kehidupan yang damai diantara kelompok-keklompok masyarakat yang saling bersaing. Masalah ekonomi dan kesejahteraan rakyat harus diserahkan kepada rakyat sendiri untuk mengelolanya. Faham demikian dikenal dengan rumusannya sebagai: Leissez faire, leissez passer. Karena itu negara demikian digambarkan seperti penjaga malam., yang tugasnya menjaga keamanan semata.  

0 comments:

Posting Komentar